Senin, 20 April 2020

Artikel Bapak Agum Gumelar


Artikel Bapak
Agum Gumelar

Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar lahir di Tasikmalaya pada tahun 1945. Masa kecilnya sebagian besar dihabiskan di Bandung sampai ia selesai pendidikan SMA. semasa sma agum gumelar sangat gila dengan olahraga. Saking “gila”nya pada sepakbola dan beberapa cabang olahraga lainnya, sampai-sampai rapornya sering “kebakaran”. “semuanya merah, kecuali pelajaran olahraga yang mendapat nilai delapan,” tutur agum. Yang mengelikan , tutur Tien Rukayah, ibunda agum,”Dia nekat menceburkan rapornya ke kolam dekat sekolahan. Mungkin biar tinta merahnya luntur, piker dia waktu itu, ha.. ha.. ha..” toh tindaknya itu sampai juga ke telinga sang ayah sehingga mendapat marah besar. Setelah di marahi sang ayah, agum di hari kemudian malah menemui gurunya. “Saya bilang, Pak, kalau nanti rapor saya bagus, itu juga bukan karena bapak, lo!” Pak guru itu sempat marah. Namun agum kemudian membutikkan tekadnya tersebut. Sekitar tiga bulan berselang, ia menghadapi ujian akhir. Nilai rata-rata yang di dapatkannya adalah delapan. “bahkan nilai stereo saya sembilan,”kata Agum. Dari situ Agum mendapat pelajaran baru: kalau punya kemauan kuat apa pun bias terwujud (halaman 110). Setalah lulus sma Agum Gumelar sempat berkuliah di fakultas kedokteran universitas padjajaran. Hanya setahun kuliah agum merasa tidak bias untuk menahan diri untuk menjadi tentara.

Kemudian Agum melanjutkan pendidikannya ke Akademi Militer Nasional (AMN) Magelang pada tahun 1965. Ketika baru masuk Pendidikan akademi militer sempat merasa terkejut . “ maklum dari yang biasanya bebas mau ngapain lalu beralih ke lingkungan yang di siplin ketat. Ada switch mental. Buat saya masa itu jauh lebih berat dari masa latihan komando (latihan di Kopassus-pen). Kalau latihan komando kan kita sudah siap mental dan ada keinginan lulus dari situ”, kata Agum. Karena ingat akan mamahnya (Ibu tien) Agum tidak menyerah dan tetap bertahan. Tiga tahun yang penuh suka-duka di AMN akhirnya berakhir. Agum dinyatakan lulus dan di wisuda pada tahun 1968. Setelah lulus AMN, Agum langsung terpilih untuk bergabung dengan Pasukan Khusus Angkatan Darat (Puspasus AD), yang kina di kenal dengan nama ‘kopasus’. Berawal ketika dalam sebuah latihan, bengkak di kaki agum akibat bermain sepakbola beberapa waktu sebelumnya, kambuh. Maka dalam segala kegiatan Agum selalu di urutan paling akhir. Melihat Kondisi semacam itu banyak yang menyarankan Agum untuk mengundurkan diri dan mengikuti latihan lain kali saja. Tetapi Agum menolak dan terus bertahan sampai akhirnya bengkak itu hilang dengan sendirinya. Begitu sembuh, Agum melaju kencang bak mobil balap. Atas ketabahan dan ketangguhannya itulah Agum diganjar “sangkur perak”. 

Karir militer Agum Gumelar bermula pada tahun 1973 ketika ia menjabat sebagai staf Kopkamtib. Pada tahun 1975, dalam pangkat kapten, Agum mendapat penugasan ke Taiwan sebagai wakil kepala perwakilan kamar dagang Indonesia(Kadin) khusus. Pada tahun 1987 ia menjadi Wakil Asintel Kopassus, lalu menjadi Asisten Intelijen Kopassus setahun berikutnya. Di tahun 1992, Agum Gumelar menjadi Danrem Garuda Hitam di Lampung. Pada tahun 1993 Agum Gumelar di angkat menjadi Direktur A badan Intelenjen strategis atau Bais (kini Badan Intelejen Negara/ BIN—pen). Kemudian Pada tahun 1993 di angkat menjadi komandan Kopasus ke -13 dan kemudian Pada tahun 1994 Dia di angkatmenjadi Kasdam I Bukit Barisan sampai tahun 1996.Setelah itu Agum menjadi staf ahli Pangab bidang PolKam dan Pangdam VII WiraBuana di tahun 1996 sampai 1998. Pada tahun 1998 ia menjadi Gubernur Lemhanas. Pada tahun 1998, Agum Gumelar pernah mendapatkan gelar Master dari American World University. Tetapi lembaga itu dilarang beroperasi oleh Dikti Depdiknas pada tahun 2005 karena melakukan tindakan jual gelar. Agum Gumelar Terjun ke bidang politik ketika pada tahun 1999 ia menjabat sebagai Menteri Perhubungan. Saat itu ia juga menjabat sebagai Ketua Umum PSSI periode 1999-2003. Lalu ia menjadi Menko Polkam dalam Kabinet Persatuan Nasional pada tahun 2001 di bawah kepemimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Di tahun yang sama, Agum kembali menjabat sebagai Menteri Perhubungan, kali ini di dalam Kabinet Gotong Royong. Pada tahun 2004, Agum Gumelar menjadi calon wakil presiden dalam pemilihan presiden dari fraksi PPP bersama Hamzah Haz sebagai calon presiden.
Kesimpulan dan Hikmah terkait membangun ketrampilan interpersonal:
-          Menjadi orang bertanggung jawab
-          Jika memiliki kemaum kuat pastikan akan berhasil
-          Selalu taat pada pada semua prosedur
-          Selalu berintegritas
-          Jangan pernah menyerah dan selalu bekerja keras

Minggu, 12 April 2020

Biografi Bapak Agum Gumelar


Biografi
Bapak Agum Gumelar
Nama Lengkap

Agum Gumelar

Alias

Agum | Gumelar

Agama

Islam

Tempat Lahir

Tasikmalaya, Jawa Barat

Tanggal Lahir

Senin, 17 Desember 1945

Zodiak

Sagittarius

Anak

Haris Khaseli Gumelar, BA, Anru Dianti Gumelar, BA

Istri

Linda Amalia Sari Gumelar

Biografi Singkat
Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar lahir di Tasikmalaya pada tahun 1945. Masa kecilnya sebagian besar dihabiskan di Bandung sampai ia selesai pendidikan SMA. agum gumelar sempat berkuliah di fakultas kedokteran universitas padjajaran. Hanya setahun kuliah agum merasa tidak bias untuk menahan diri untuk menjadi tentara. Kemudian Agum melanjutkan pendidikannya ke Akademi Militer Nasional (AMN) Magelang pada tahun 1965 kemudian lulus dan di wisuda pada tahun 1969. Karir militer Agum Gumelar bermula pada tahun 1973 ketika ia menjabat sebagai staf Kopkamtib. Pada tahun 1975, dalam pangkat kapten, Agum mendapat penugasan ke Taiwan sebagai wakil kepala perwakilan kamar dagang Indonesia(Kadin) khusus. Pada tahun 1987 ia menjadi Wakil Asintel Kopassus, lalu menjadi Asisten Intelijen Kopassus setahun berikutnya. Di tahun 1992, Agum Gumelar menjadi Danrem Garuda Hitam di Lampung dan karirnya menanjak sampai ia menjadi Kasdam I Bukit Barisan sampai tahun 1996.Setelah itu Agum menjadi staf ahli Pangab bidang PolKam dan Pangdam VII WiraBuana di tahun 1996 sampai 1998. Pada tahun 1998 ia menjadi Gubernur Lemhanas. Pada tahun 1998, Agum Gumelar pernah mendapatkan gelar Master dari American World University. Tetapi lembaga itu dilarang beroperasi oleh Dikti Depdiknas pada tahun 2005 karena melakukan tindakan jual gelar. Agum Gumelar Terjun ke bidang politik ketika pada tahun 1999 ia menjabat sebagai Menteri Perhubungan. Saat itu ia juga menjabat sebagai Ketua Umum PSSI periode 1999-2003. Lalu ia menjadi Menko Polkam dalam Kabinet Persatuan Nasional pada tahun 2001 di bawah kepemimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Di tahun yang sama, Agum kembali menjabat sebagai Menteri Perhubungan, kali ini di dalam Kabinet Gotong Royong. Pada tahun 2004, Agum Gumelar menjadi calon wakil presiden dalam pemilihan presiden dari fraksi PPP bersama Hamzah Haz sebagai calon presiden.

Pendidikan
1969 Akademi Militer Nasional

Karir
2003-2007: Ketua Umum KONI Pusat
2001-2004: Menteri Perhubungan Kabinet Gotong Royong
2001: Menteri Koordinator Politik, Sosial dan Keamanan Kabinet Persatuan Nasional
1999-2003: Ketua Umum PSSI
1999-2000: Menteri Perhubungan dan Telekomunikasi Kabinet Persatuan Nasional
1999-2000: Menteri Perhubungan Kabinet Persatuan Nasional
1998-1999: Gubernur Lemhannas
Sumber : dari buku Agum Gumelar Jendral bersenjata Nurani di terbitkan Pustaka seni harapan tahun 2004


Sabtu, 04 April 2020

KESADARAN DIRI DAN ORANG LAIN DAN YANG PERKEMBANGAN DARI KOMPETENSI INTERPERSONAL



KESADARAN DIRI DAN ORANG LAIN DAN YANG
PERKEMBANGAN DARI KOMPETENSI INTERPERSONAL

A.    Mengapa kesadaran diri itu penting
Kesadaran diri kita terkait erat dengan kemampuan kita membaca perilaku yang lain, membuat program tindakan dan memberikan kinerja yang efektif. Orang-orang yang memiliki tingkat kesadaran diri yang tinggi memahami bagaimana nilai mereka, kepercayaan dan teori subyektif mempengaruhi apa yang mereka lihat dan lakukan. Ini kesadaran menawarkan kemungkinan untuk memperhitungkan nilai kembali kesan pertama dan berlatih cara-cara alternatif berperilaku.
a.     Teori yang di anut dan teori yang digunakan
Namun dalam praktiknya, banyak dari kita yang tidak sadar diri seperti yang kita pikirkan. Argyris (1982) berpendapat bahwa orang memperoleh, melalui sosialisasi, dua jenis teori untuk berurusan dengan orang lain.
1.     Teori yang dianut
Yang pertama mencerminkan nilai-nilai dan kepercayaan yang paling utama dalam pikiran kita dan bahwa kita mendukung orang lain (teori tindakan yang dianut). Kami mungkin terutama sadar akan teori-teori yang dianut kami karena mereka adalah jenis teori yang kita bicarakan di kursus pelatihan atau baca di buku. Mereka mungkin juga menjadi teori yang mencerminkan nilai-nilai dan kepercayaan orang-orang yang kita menghormati. Oleh karena itu, pada tingkat sadar, mereka menjadi tidak dipertanyakan dan diambil untuk diberikan dasar untuk berhubungan dengan orang lain.
2.     Teori yang digunakan
Jenis teori kedua, yang mungkin kurang kita sadari, mencerminkan nilai-nilai dan kepercayaan yang sebenarnya menopang perilaku kita (teori kita digunakan). Teori yang digunakan adalah produk dari kondisi sosial yang berkepanjangan dan kita sering tidak menyadari sejauh mana pengaruh kondisi ini terhadap perilaku kita. Konselor, diri kita sendiri, may, karir kita, telah memodifikasi metode kerjanya untuk mengatasi tekanan pekerjaan dan jenis masalah baru. Proses ini mungkin melibatkan banyak hal perubahan kecil, penyesuaian bertahap selama periode waktu yang lama sampai proses di sini selesai dan prosedur baru di sana.
B.    Kesadaran akan 'teori yang digunakan'
Kami lebih efektif dalam membaca perilaku dan menyusun kursus tindakan ketika ada tingkat tinggi kesesuaian antara teori yang kami dukung interaksi sosial dan teori kami digunakan. Masalah muncul ketika ada a perbedaan yang signifikan di antara mereka. Sebagai contoh, seorang manajer dapat mendukung a gaya kepemimpinan konsultatif tetapi dalam praktiknya mengambil keputusan tanpa referensi untuk apa yang orang lain pikirkan dan rasakan. Dia mungkin berpikir dia telah berkonsultasi, tetapi dalam kenyataannya dia mungkin gagal mendengarkan apa yang orang lain katakan, dan dia perilaku mungkin telah dengan jelas mengisyaratkan kegagalan ini kepada semua orang di sekitarnya.



C.    Kesadaran orang lain
Untuk menjadi pembaca yang terampil tentang perilaku orang lain, kita harus sadar 'Siapa kita' (apa yang kita hargai dan yakini) dan bagaimana hal ini memengaruhi jalannya kita melihat dunia di sekitar kita, termasuk orang-orang yang kita jumpai. Kita juga perlu menyadari bagaimana orang lain memandang kita, dan bagaimana hal ini mempengaruhi bagaimana mereka bersikap terhadap kita.
D.    Membaca perilaku orang lain
Cara kita memandang orang lain dipengaruhi oleh cara kita secara selektif memperhatikan beberapa aspek dari situasi dan mengabaikan yang lain. Selektivitas ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Fokus perhatian di sini adalah bagaimana faktor internal memengaruhi pertanyaan yang kita ajukan kepada diri sendiri tentang orang lain. Satu dari faktor-faktor internal ini adalah apa yang kita yakini dan hargai.
E.    Kesadaran akan bagaimana orang lain memandang kita
Kita juga perlu menyadari cara orang lain memandang kita. Berbeda orang menggunakan kerangka kerja yang berbeda untuk memahami orang lain, dan orang-orang dengan siapa kita berinteraksi mungkin bertanya pada diri sendiri pertanyaan yang sangat berbeda tentang kita dengan pertanyaan yang kita tanyakan pada diri kita sendiri tentang mereka. Pemahaman lebih banyak tentang nilai-nilai, kepercayaan, kebutuhan, sikap, dan suasana hati mereka akan membantu kita memahami lebih banyak tentang bagaimana mereka memandang kita, dan bagaimana mereka cenderung menanggapi apa yang kita katakan dan lakukan.
F.    Presentasi diri
Kualitas kinerja kami dalam setiap pertemuan sosial dipengaruhi oleh keyakinan kami tentang diri.
1.     Kinerja dan kepercayaan tentang diri sebagai agen
Keyakinan diri sendiri yang terlalu umum dapat merusak interpersonal kita. kompetensi adalah keyakinan bahwa tidak ada yang bisa kita lakukan untuk mengendalikan hasil dari interaksi sosial. Orang yang percaya ini mungkin terlibat apa yang digambarkan oleh Ellis yang melumpuhkan kemampuan self-talk dan mengatakan pada diri sendiri bahwa mereka tidak bisa menghadapi. Ini dapat menciptakan serangkaian keadaan di mana kita gagal mengambil tindakan untuk meningkatkan hubungan karena kami percaya tidak ada yang bisa kita lakukan untuk menghasilkan perubahan yang diinginkan.
2.     Mengembangkan kesadaran diri yang lebih besar
Semakin kita sadar akan nilai-nilai, keyakinan, dan sikap kita (dan bagaimana hal ini memengaruhi asumsi yang kita buat tentang diri kita sendiri, orang lain, dan situasi kita temui), semakin baik kita akan membaca yang sebenarnya atau potensi perilaku orang lain dan untuk membangun tindakan yang efektif sesuaidengan bacaan kita. Dua latihan yang dirancang untuk membantu Anda meningkatkan tingkat kesadaran diri Anda disajikan pada akhir bab ini.  Furnham (1990) mencatat bahwa individu yang 'monitor diri' tinggi tampaknya lebih mampu mengatur presentasi diri mereka agar sesuai apa yang mereka anggap sebagai pola perilaku yang diinginkan dan tepat daripada orang yang monitor diri rendah.
G.   Memantau bagaimana kita berperilaku di sini-dan-sekarang
Salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran diri objektif kita adalah dengan memantau bagaimana kita berperilaku di sini-dan-sekarang. Kami dapat melakukan ini dengan membuka ‘channel saluran kedua ’ dan mengamati diri kita berinteraksi dengan orang lain. Pendekatan ini mungkin disamakan dengan pengalaman 'di luar tubuh'. Bayangkan diri Anda melayang di suatu tempat di sudut ruangan, memandang ke bawah pada interaksi saat terungkap. Amati bagaimana Anda bersikap dan pikirkan alasan di balik alasan Anda tindakan. Anda dapat membuka saluran kedua dan mengamati apa yang Anda lakukan saat ini
Anda mencoba membantu seseorang dengan masalah.
       Bagaimana Anda berusaha membantu? Apakah Anda mendengarkan sampai Anda yakin akan hal itu Anda dan orang lain memiliki pemahaman yang jelas tentang masalahnya, atau apakah Anda cepat-cepat pindah untuk memberi tahu orang lain apa yang 'seharusnya' lakukan untuk mengelola masalahnya lebih efektif ?
       Apa yang membuat Anda bersikap seperti ini? Begitu Anda sadar akan apa yang Anda lakukan, pikirkan mengapa Anda melakukannya. Misalnya, jika Anda telah mengamati bahwa Anda mengadopsi pendekatan preskriptif untuk membantu, pertimbangkan mengapa Anda mengadopsi pendekatan ini. Apakah karena Anda percaya bahwa Anda tahu yang terbaik, dan oleh karena itu Anda memiliki tugas untuk menyelesaikan masalah orang lain masalah baginya?
       Berikan beberapa pemikiran untuk hasil. Jika Anda curiga bahwa keyakinan ini adalah apa adanya memotivasi perilaku Anda, pertimbangkan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi hasil interaksi. Pertimbangkan juga bagaimana keyakinan ini dapat memengaruhi perilaku Anda dan respons orang lain dalam situasi yang berbeda, seperti tim rapat atau saat mendiskusikan urusan rumah tangga dengan pasangan atau flat Anda pasangan.


Sabtu, 28 Maret 2020

MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN INTERPERSONAL


MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN INTERPERSONAL
Pendekatan Keterampilan Mikro
A.    Sifat hierarkis keterampilan interpersonal
Keterampilan sosial,Wright and Taylor (1994) memfokuskan perhatian pada tiga level dalam hierarki ini. Pada level terendah adalah komponen utama. Inilah yang sebenarnya kita lakukan katakan dan lakukan, perilaku verbal dan non-verbal kita. Keterampilan interpersonal orang adalah mereka yang ada pada level ini, memiliki berbagai komponen verbal (misalnya, pertanyaan dan jenis pernyataan) yang mereka miliki dan mampu pilih yang paling sesuai dengan situasi dan tujuan yang dihadapi. Mereka juga mampu melakukannya dengan baik dengan isyarat non-verbal yang sesuai.

Level selanjutnya adalah struktur. Ini berkaitan dengan cara kita mengurutkan komponen utama perilaku. Pada level ini secara interpersonal orang yang terampil adalah mereka yang dapat mengatur dan mengintegrasikan komponen utama ke dalam urutan yang disengaja untuk mengarahkan interaksi ke arah objektif mereka. Misalnya, dalam wawancara pemecahan masalah ini mungkin melibatkan mengadopsi urutan corong pertanyaan yang dimulai dengan pertanyaan yang sangat terbuka dan kemudian berkembang ke pertanyaan yang lebih tertutup.

Level tertinggi dalam hierarki Wright dan Taylor adalah pendekatan keseluruhan, atau yang oleh Honey (1988) disebut sebagai 'gaya'. Pada gaya atau keseluruhan tingkat pendekatan orang yang memiliki keterampilan interpersonal adalah mereka yang mampu mengembangkan pendekatan interaksi yang kongruen dengan keduanya tujuan mereka dan dengan kemungkinan reaksi orang lain yang terlibat. Untuk Misalnya, manajer yang ingin membantu anggota tim mereka untuk menjadi lebih efektif dapat memutuskan untuk mengadopsi suatu gaya yang dapat membantu mereka yang dapat melibatkan diri mereka sendiri. Mereka mungkin menempatkan prioritas tinggi pada pemberdayaan mereka bereksperimen dan belajar dari kesalahan mereka sendiri, dan mereka mungkin sengaja tahan godaan untuk 'mengambilnya dengan tangan' dan memberi tahu mereka dengan tepat apa yang perlu mereka lakukan untuk meningkatkan kinerja mereka.

B.    Pilihan berdasarkan penilaian kritis
Model hierarkis dapat digunakan untuk membantu kita melihat kebalakang dan menilai secara kritis efektivitas keterampilan sosial kita di setiap tingkatan. Banyak penulis mengadopsi preskriptif pendekatan untuk pengembangan keterampilan interpersonal dan memberi tahu pembaca bagaimana mereka harus bersikap ketika memimpin (misalnya, selalu mengadopsi gaya seorang konsultatif ), negosiasi (selalu mengadopsi kolaborasi, win-win pendekatan), dan membantu (selalu mendukung dan menghindari konfrontasi). Model hierarkis menyoroti kemungkinan mengadopsi berbagai gaya dan perilaku komponen dan memfokuskan perhatian pada nilai yang mengidentifikasi cara berhubungan dalam situasi tertentu yang akan berkontribusi untuk pencapaian hasil yang diinginkan. Mendukung dan menghindari konfrontasi atau berkonsultasi dan berkolaborasi mungkin efektif  dalam beberapa keadaan tetapi tidak dalam keadaan yang lain. Misalnya, dalam situasi di mana orang tidak berbagi tujuan bersama atau, karena krisis, di mana ada kurangnya waktu untuk konsultasi, gaya kepemimpinan yang paling efektif mungkin mengarahkan dan melibatkan memberi tahu orang lain apa yang harus dilakukan.
C.    Pendekatan keterampilan mikro untuk mengembangkan interpersonal kompetensi
Model hierarkis dari keterampilan interpersonal menawarkan kemungkinan keterampilan yang di bawah menjadi kompleks hingga bagian-bagian komponen mereka. Sebuah contoh akan gambarkan .
        Aksen, yang merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan satu atau dua kata pernyataan ulang yang memusatkan perhatian pada apa yang baru saja dikatakan seseorang, adalah salah satu dari beberapa perilaku yang dapat dikelompokkan bersama di bawah garis besar menuju keterampilan berikut.
        Keterampilan mengikuti adalah perilaku yang membantu seseorang mendorong seseorang lain untuk berbicara dan membantu orang pertama berkonsentrasi pada apa pembicara harus mengatakan. Keterampilan berikut adalah salah satu dari sejumlah perilaku yang, pada tingkat lain, disebut secara kolektif sebagai mendengarkan keterampilan.
        Keterampilan mendengarkan, yang melibatkan pencarian aktif untuk yang lengkap dan akurat memahami makna pesan orang lain, pada gilirannya, hanya satu set perilaku yang terdiri dari satu dari sejumlah keterampilan tingkat yang lebih tinggi.
        Membantu dan bernegosiasi adalah contoh dari keterampilan tingkat yang lebih tinggi. Gaya seseorang dalam membantu atau bernegosiasi akan tercermin dalam caranya dimana berbagai keterampilan mikro ini diurutkan dan disusun.

D.    Menggunakan pelatihan keterampilan mikro untuk mengembangkan perilaku penguasaan
Model pelatihan keterampilan mikro disajikan di sini memiliki banyak kesamaan dengan model Kagan. Ada dua tahapan utama: pemahaman konseptual dan penguasaan perilaku (Kagan 1973: 44). Tahap pertama melibatkan pengembangan pemahaman konseptual proses interaksi sosial dan sifat hirarkis antarpribadi keterampilan, termasuk unsur-unsur utama hierarki dan cara-cara di mana elemen-elemen ini dapat diurutkan dan disusun. Tahap kedua berkaitan dengan menggunakan pemahaman konseptual ini sebagai dasar untuk mengembangkan praktik yang terampil. Ini melibatkan mengambil tindakan dalam sehari-hari atau situasi simulasi, memperhatikan umpan balik dan merefleksikan konsekuensi dari tindakan dan, jika perlu, memodifikasi tindakan di masa depan untuk mencapai hasil yang diinginkan.


E.    Pemahaman konseptual
Model dan teori memberi kita peta konseptual yang dapat kita gunakan mengingatkan kita pada aspek-aspek interaksi sosial yang pantas kita perhatikan. Mereka memfasilitasi diagnosis. Mereka juga menyediakan agenda tindakan dengan menawarkan sebuah visi tentang apa yang mungkin dilakukan, memberikan rasa arah dan menunjukkan bagaimana kita mungkin perlu bertindak untuk mengarahkan hubungan dalam cara tertentu. Misalnya, dalam paragraf pembuka referensi bab ini dibuat untuk manajer yang mengalami kesulitan mendapatkan orang yang diwawancarai untuk berbicara tentang diri mereka sendiri. Masalah ini mungkin saja diselesaikan jika mereka tahu lebih banyak tentang bagaimana perilaku mereka berkontribusi masalah, dan jika mereka telah menyadari cara-cara alternative berperilaku yang mungkin telah mendorong orang yang diwawancarai untuk mengatakan lebih banyak tentang diri.
F.    Mengembangkan penguasaan perilaku melalui pengalaman belajar
Perilaku kita terhadap orang lain tidak terdiri dari tindakan acak. Itu bertujuan, dan dibimbing oleh nilai - nilai, kepercayaan dan sikap kami, dan oleh asumsi yang kita buat tentang diri kita, orang lain dan situasi, dan oleh asumsi yang kami buat tentang cara semua elemen ini berhubungan satu sama lain. Kerangka konseptual ini, teori subjektif kami tentang interaksi sosial, menyediakan lensa tempat kami melihat dan menafsirkan informasi baru tentang cara orang lain bereaksi terhadap apa yang kita lakukan dan katakan. Ini juga menyediakan dasar untuk menentukan bagaimana informasi yang tersimpan tentang interaksi masa lalu akan diterapkan untuk memfasilitasi pemahaman kita tentang situasi saat ini. Kami menggunakan subyektif kami teori untuk memandu semua yang kita katakan dan lakukan. Memberi isyarat dan belajar Ketika acara tidak berjalan sesuai rencana, saat yang lain tidak merespons seperti kita mengantisipasi, kami menggunakan teori subjektif kami untuk menentukan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Itu teori menyarankan rutinitas koreksi. Itu mengisyaratkan kita untuk berperilaku dengan cara tertentu itu akan mengarah pada pencapaian hasil yang diinginkan. Misalnya, jika diwawancarai gagal memberikan informasi yang cukup tentang diri mereka sendiri, koreksi mungkin rutin bagi pewawancara untuk mulai menggunakan yang lebih terbuka pertanyaan.
G.   Model pembelajaran berdasarkan pengalaman
Model pembelajaran berdasarkan pengalaman yang dikembangkan oleh Lewin menawarkan empat tahap proses yang dapat kita gunakan untuk menyempurnakan teori subjektif yang memandu teori kita interaksi antarpribadi (lihat Gambar 2.1).  Kolb (1984: 21) menyoroti dua aspek penting dari teori Lewin
1 Yang pertama adalah penekanannya pada pengalaman konkret di sini dan sekarang untuk memvalidasi dan menguji konsep abstrak. Sementara kita dapat menggambar secara eksplisit kemungkinan baru dan untuk memberikan panduan untuk tindakan, itu adalah yang langsung pengalaman pribadi yang merupakan titik fokus pembelajaran.
2 Yang kedua adalah pentingnya dikaitkan dengan umpan balik, proses itu menghasilkan informasi yang valid untuk menilai penyimpangan dari tujuan yang dimaksudkan. Umpan balik ini memberikan dasar untuk proses tujuan yang berkelanjutan


Sabtu, 21 Maret 2020

THE NATURE OF INTERPERSONAL SKILLS

THE NATURE OF INTERPERSONAL SKILLS
A historical perspective
Learning objective To understand the nature of interpersonal skills from a historical perspective and to develop a critical appreciation of the different approaches that have been applied to the study of social interaction. After reading this chapter you will:
         Be able to define interpersonal skill, and recognise that it involves the use of goal-directed behaviours to achieve desired outcomes.
         Be able to compare and contrast the behavioural and cognitive approaches to studying social interaction.
         Understand the difference between those behavioural approaches that restrict attention to observable behaviours and those behavioural approaches that pay attention to the intention that lies behind the behaviour.
         Be aware of how cognitive processes influence behaviour and how social interaction may be viewed as a transaction in which each interactor is seeking a satisfactory outcome.
A.      A.The effect of behaviour on goal achievement We spend a considerable part of our working day relating to others. One of the findings of the early work activity studies, echoed more recently by Oshagbemi (1988), is that we consistently underestimate the amount of time we spend in face-to-face interaction. There are also indications that we underestimate seriously the effect our behaviour has on the way others behave, and therefore on the achievement of personal and organisational goals.
B.      The importance of interpersonal skills One of the most widely used definitions of management is getting things done through people. Mangham (1986) argues that a person’s success as a manager depends upon the ability to conduct oneself in the complexity of the organisation as a subtle, insightful, incisive performer. He goes on to suggest that successful managers appear to have a natural and/or highly developed ability to read the actual and potential behaviour of others around them and to construct their own conduct in accordance with this reading. This is an ability we all have but, according to Mangham, ‘the most successful among us appear to do social life with a higher degree of skill than the rest of us manage’.
C.      Interpersonal skills as goal-directed behaviours ‘Interpersonal skill’ is one of a number of broadly similar terms that are sometimes used interchangeably. Other such terms include interactive skills, people skills, face-to-face skills, social skills and social competence. Argyle (1984) defines socially competent people as those who possess the skills necessary to produce desired effects on other people in social situations. These desired effects may include persuading somebody to work harder, make a purchase, make a concession in a negotiation, be impressed by one’s expertise or support one in a crisis.
D.      Approaches to the study of interpersonal interaction The study of interpersonal skills and interpersonal relationships is multidisciplinary and, at one level, each discipline has tended to focus attention on different contexts and different kinds of relationship. In the management literature, relationships with bosses, subordinates, peers, customers and suppliers receive considerable attention whereas in the education literature, the focus is on the teacher–pupil relationship and in the social work literature, marital, family and similar relationships tend to be the focus of attention. Berscheid (1994) observes that this has led to a situation where the matrix of interpersonal relationship knowledge is fractured along the lines of relationship type. Even within the context of a particular relationship type, the study of interpersonal skills has been influenced by a rich array of conceptual approaches.
E.       Behavioural approaches
 One approach to the study of interpersonal interaction restricts attention to observable behaviour, but there are differences even within this broad approach.
This brief description not only draws attention to the interactive nature of social encounters but also to the possibility of conceptualising any interpersonal interaction as a performance which is influenced by the actors’ motives and goals.
F.       Cognitive approaches
All of the approaches presented so far fail to pay attention to what is going on in the actors’ heads, to what they are thinking. They restrict attention to what people do. An alternative approach is based on the assumption that if we are to better understand the conduct of people in organisations we need to address what they appear to think and feel about themselves and others. Symbolic interactionists such as Mangham focus attention on the way situations are defined and the actors’ ability to think through (rehearse) how the interaction might unfold before deciding what to do.
G.      A transactional approach to social interaction
Social interaction may be viewed as a transaction in which each interactor is seeking a satisfactory outcome. The performance appraisal interview offers an example of a complex but typical social encounter in which the behaviour of each party is influenced by the other. The person being appraised is aware that his boss/appraiser is observing what he is saying and doing and that on the basis of these observations she (the appraiser) is making inferences about him.
H.      Argyle’s social skill model
One of the most frequently cited models of social interaction is Argyle’s (1994) social skill model (Figure 1.1). Originally developed more than thirty years ago, it posits that in any social encounter individuals have plans or goals that they attempt to realise through the continuous correction of their social performance in the light of the reactions of others.
Context
The context is a financial services organisation.A is B’s supervisor.Part of B’s role involves interviewing clients when they apply for a mortgage. B has been in post for three months. The supervisor (A) has discovered B has failed to collect all the required information from a client.This is the second time that B has made the same mistake. It is important because it means that there will be a serious delay in the company’s ability to process the client’s mortgage application, and it could result in the loss of the client’s business. Place a copy of Figure 1.3 somewhere where both A and B can see it.
The exercise begins with A (the supervisor) standing in the doorway of an office that B shares with others, loudly declaring that this is the second time B has made the same mistake.
1.        The person who is assuming the role of A starts by filling out the cognition ‘bubble’ at A1 indicating A’s purpose in pointing out B’s second mistake.
A should not pass this information on to B.
2.       While A is completing the above task,the person who is assuming the role of B (who is aware of how A behaved at the start of this interaction – box A1) can also start the exercise.
·         B should fill in the cognition ‘bubble’at B1 on his or her own sheet, answering the questions listed in Figure 1.3.(What is A’s intention? How do I feel about this? What do I hope to achieve by responding?)
·         B should not share this information with A.
Bshould then decide how to respond to A’s behaviour at A1 and write this down in the behaviour box at B1.
3.       Areflects on B’s behaviour at B1.
         Ashould fill in the cognition ‘bubble’ at A2, answering the questions listed in Figure 1.3.
Do not share this information with B.
         •Ashould then decide how to respond to B’s behaviour at B1 and write this down in the behaviour box at A2.
4.       Breflects on A’s behaviour at A2.
         Bshould fill in the cognition ‘bubble’ at B2, answering the questions listed in Figure 1.3.
Do not share this information with A.
         •Bshould then decide how to respond to A’s behaviour at A2 and write this down in the behaviour box at B2.
5.       Areflects on B’s behaviour at B2.
         Ashould fill in the cognition ‘bubble’ at A3, answering the questions listed in Figure 1.3.
Do not share this information with B.
         Ashould then decide how to respond to B’s behaviour at B2 and write this down in the behaviour box at A3.
6.       Breflects on A’s behaviour at A3.
         Bshould fill in the cognition ‘bubble’ at B3, answering the questions listed in Figure 1.3.
Do not share this information with A.
         Bshould then decide how to respond to A’s behaviour at A3 and write this down in the behaviour box at B3.
7.       Continue this process through as many steps as possible in the permitted time.
The next step involves A and B sharing what each wrote down in the cognition ‘bubbles’. When you have shared the content of your cognition ‘bubbles’:
1)      Note how accurate B’s understanding of A’s intention was at each stage of the interaction.
2)      Repeat this process noting how accurate A’s understanding of B’s intention was at each stage.
Were you surprised by how the other person had interpreted your behaviour?
         How did the way you interpreted the other’s intent influence what you did next?
         Could the outcome of this interaction have been more rewarding/ satisfying if either of you had behaved differently?
         Identify the behaviours which may have been more effective.
                                                                                     

Peran Penting Interpersonal Skill


Peran Penting Interpersonal Skill

Banyak dari kita yang belum mendengar istilah dari interpersonal skill dan Bagaimana cara Meningkatkan Kemampuan Interpersonasl Skill? Apa Peranan Penting Interpesonal Skill? Apa Sih Manfaat Interpersonal Skill? Artikel ini akan mengenalkan sedikit tentang interpersonal skill dan Peran Penting Interpesonal Skill. Yuk! Mari kita bahas bersama-sama pengertian interpersonal skill  berikut ini.

A.    Kemampuan Soft Skill yang harus di tingkatkan Untuk Sukses dalam Dunia kerja

Sebelum berbicara apa peranan penting interpersonal skill. Kita harus meningkatkan Soft Skill yang kita punya untuk sukses dalam dunia kerja. Soft Skill merupakan bagian interposanal kita.

1.      Selalu Mencoba untuk Bersikap Apresiatif

Ketika kita banyak memberikan apresiasi terhadap suatu hal yang dikerjakan orang lain, maka sebagai imbal-baliknya kita juga akan semakin dihargai orang lain. Di sini kita menciptakan iklim yang hangat antar sesama teman kerja, kolega atau orang lain yang terlibat dalam pekerjaan.

2.      Murah Senyum

Senyum adalah hal sepele namun terkadang sangat sulit untuk dilakukan. Untuk menjadi orang yang murah senyum perlu latihan untuk menunjang  interpersonal kita. Jangan pernah meremehkan hal ini! Dengan tersenyum otomatis memancarkan energi positif terhadap orang lain.

3.      Simpatik

Jadilah orang yang simpatik karena meskipun itu hanya sekedar ucapan, akan tetapi dapat mempengaruhi orang lain untuk lebih tegar, lebih bahagia, lebih percaya diri dan lain sebagainya. Ungkapan simpatik merupakan hal yang sederhana namun memiliki efek besar terhadap suatu tindakan atau kondisi yang mereka alami. Jika Anda adalah orang yang simpatik terhadap kondisi orang lain, maka pasti Anda akan menuai hal yang sama dari orang lain. Kaitannya dengan dunia kerja tentunya sangat gamblang. Efeknya tidak harus instan, akan tetapi yang pasti perbuatan Anda tersebut akan semakin mempermudah karir atau pekerjaan. Dan ingatlah kesuksesan itu terkadang timbul dari hal-hal yang tidak diduga.

4.      Aktif  Mendengar kan daripada Berbicara

Aktif mendengarkan lebih utama daripada aktif dalam berbicara karena lebih sulit menjadi pendengar yang baik daripada jadi pembicara ulung sekalipun. Tidaklah kita selalu mencermati kebesaran Tuhan, kenapa telinga kita dibuat dua dan mulut hanya satu? Telinga memiliki peran ganda yaitu untuk  mencermati dan mempelajari hal-hal yang tidak diketahui. Dengan banyak mendengar kita selalu mendapatkan keuntungan ganda, daripada banyak berbicara. Aplikasinya dalam dunia kerja, dengan aktif mendengarkan apapun juga terkait dengan pekerjaan akan membuat Anda sekaligus sebagai orang yang apresiatif dan menghargai pendapat orang lain.

5.      Kedepankan Sikap Kebersamaan

Sudah menjadi kodrat manusia untuk menjunjung kebersamaan karena manusia adalah makhluk sosial dan tidak mungkin seorang manusia hidup tanpa ada manusia lain yang membantunya. Kebersamaan dalam dunia kerja akan meningkatkan produktivitas, memunculkan peluang untuk saling mengisi kekurangan dan membentuk kekuatan yang sulit untuk dikalahkan oleh pesaing. Dalam ruang lingkup yang lebih besar sifat kebersamaan ini akan menumbuhkan kebijakan-kebijakan dan win-win solution antara perusahaan dengan konsumennya.

6.      Jangan Segan Untuk Mengulurkan Tangan

Jika Anda memiliki kesempatan dan kemampuan jadilah orang pertama yang menawarkan bantuan terhadap rekan kerja atau orang lain yang sedang membutuhkan solusi. Jangan segan untuk menawarkan bantuan karena kebaikan Anda tidak akan pernah dilupakan oleh mereka. Dengan begitu Anda akan menjadi orang yang dapat mereka percaya dan selalu akan siap membantu Anda ketika dalam kondisi yang sulit.

7.      Perbaiki Cara Komunikasi

Untuk dapat berkomunikasi dengan baik memang diperlukan ilmu komunikasi yang mumpuni. Sangat beruntung jika Anda pernah mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi, karena Anda pasti mendapatkan bekal ilmu komunikasi yang baik. Akan tetapi jika Anda tidak pernah mengenyam pendidikan sekalipun, tetap Anda bisa mempelajari ilmu komunikasi. Caranya sederhana, sering-sering berdialog atau berkomunikasi dengan orang yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Namun yang lebih penting dari skill komunikasi dalam proses berbincang dengan orang lain adalah memikirkan matang-matang tentang hal yang ingin kita katakan. Jangan sampai kata-kata yang disampaikan menyakiti lawan bicara dan menimbulkan kesalahpahaman. Ini sangat penting dalam dunia kerja. Karena kata-kata dapat mempengaruhi tingkat kredibilitas pekerjaan. Ingat bahwa dalam komunikasi Anda juga perlu menjadi pendengar yang baik dan jangan menyela ketika lawan bicara sedang mengutarakan pendapatnya.

8.      Sesekali Cobalah Untuk Menghibur Seseorang

Untuk menghibur tidak harus menjadi lucu. Tetap dengan kepribadian Anda jadilah orang yang dapat menghibur rekan kerja atau kolega.

9.      Empati

Berempati tidak hanya sekedar simpati. Terlebih dari itu untuk kondisi-kondisi tertentu Anda harus bisa memberikan kepedulian dan perhatian yang mendalam. Terkadang memang sulit untuk memberikan perhatian yang mendalam untuk suatu kasus atau kondisi tertentu. Akan tetapi Anda harus mencobanya.



B.     Peran Penting Interpesonal Skill

Keterampilan interpersonal mempunyai peranan yang sangat penting guna mencari kesuksesan. Terkait dengan hal ini, ketrampilan skill dapat dibagi menjadi beberapa jenis.

Pertama yaitu keterampilan mendengar. Komponen terpenting dari komunikasi adalah mendengar. Maksudnya adalah tidak hanya mendengar secara harfiah dengan alat pendengaran atau telinga saja, melainkan mampu mencerna serta menterjemahkan maksud dari pemberi pesan atau orang yang mengajaknya berbicara.

Kedua adalah umpan balik atau providing feedback. Umpan balik merupakan suatu interpersonal skill dalam bentuk ketrampilan seseorang untuk memahami segala dampak atas perilaku terhadap diri sendiri dan orang lain. Misalnya ketika berbicara sesuatu akan membuat sakit hati atau sebaliknya bikin orang lain menjadi senang.

ketiga merupakan keterampilan membujuk atau persuading. Dalam hal ini seseorang harus dapat memberikan pengertian atau bujukan pada orang lain. Sehingga orang tersebut bersedia mengikuti kehendak maupun keinginan dari orang yang mengajaknya secara sukarela. Keterampilan interpersonal yang terakhir disebut resolving conflict. Maksud dari istilah ini adalah kemampuan menyelesaikan masalah ketika sedang mendapatkan konflik dan masalah dengan orang lain.


C.     Manfaat Interpersonal Skill

Terdapat beberapa manfaat dari interpersonal skill, seperti:

a)      Meningkatkan human relations dalam kehidupan bermasyarakat dan perusahaan.

b)      Meningkatkan kemampuan menjadi pemimpin dan dapat bekerja sama dalam tim .

c)      Interpersonal skill bukan merupakan bagian dari karakter kepribadian yang bersifat bawaan, tetapi merupakan keterampilan yang dapat dipelajari.

d)      Interpersonal skill yang baik dapat dibangun dari kemampuan mengembangkan perilaku dan komunikasi yang asertif dan efektif.

e)      Mempunyai kesadaran bertanggung jawab yang lebih besar untuk memperbaiki diri